Pria ini dulu hanya buruh pabrik semen, gajinya hanya Rp 70.000 sebulan. Kemudian pindah kerja ke pabrik boneka, di PHK karena krisis moneter. Akhirnya dapat pinjaman uang 5 juta dari teman yang digunakan untuk modal, dan sekarang sukses mempunyai 19 pabrik dan 92 toko boneka. Simak wawancaranya di bawah ini.
Bagaimana awalnya Anda terjun ke bisnis boneka ?
Setelah lulus dari SMA, saya pergi ke Bekasi dan mencoba beberapa kali mendaftar ke universitas, tapi selalu gagal. Kemudian saya memutuskan untuk bekerja saja. Pertama kali saya bekerja di Pulo Gadung di sebuah pabrik semen. Tugas saya setiap hari mengerok semen yang ada pada dinding tower yang dipakai untuk membuat semen.
Terkadang, telapak tangan saya sampai bolong-bolong. Setelah sekitar lima tahun di pabrik semen, kemudian saya pindah ke pabrik pembuatan boneka. Di pabrik boneka ini saya ada dibagian gudang, gaji yang saya terima hanya Rp 70.000/bulan. Karena gaji pas-pasan, terpaksa saya tinggal di bedeng yang ukurannya 1 meter kali 1 meter, hanya cukup untuk tidur.
Waktu itu kehidupan saya sangat minus. Untuk menambah penghasilan, saya ikut menjualkan baju dari orang lain, tape recorder, mengkreditkan sepeda dan lainnya modalnya dari bos saya. Tukang kredit menjadi kerja sampingan saya, sampai akhirnya ekonomian saya lambat laun membaik dan bisa beli rumah. Sejak kecil, keluarga saya memang tidak mampu. Saudara saya ada lima, saya anak ketiga dan ayah saya pensiunan polisi. Saya di didik dengan keras, tidak manja. Saat masih SD, ke sekolah saya berjalan kaki sejauh 2-3 km tanpa sepatu, pulang pergi.
Terus ?
Baru beberapa bulan menikmati hasil jerih payah itu, pada tahun 1995 pabrik boneka tempat saya bekerja gulung tikar dan banyak karyawan kena PHK, termasuk saya. Padahal, banyak cicilan dari pelanggan saya yang tidak bisa ditagih. Saya jadi punya utang Rp 7.000.000, ditambah lagi kredit rumah belum lunas. Kehidupan saya kembali minus. Kemudian saya pindah kerja ditempat lain, sambil berutang pada teman.
Setelah di-PHK, saya membuat toko boneka. Boneka-boneka itu dipasok oleh teman-teman yang usahanya memproduksi boneka. Saya juga menjual limbah bahan boneka. Modal awal Rp 5.000.000 saya dapat dari pesangon PHK. Toko boneka pertama saya ada di sebuah pusat perbelanjaan di Bekasi. Dari situ, bisnis toko boneka saya berkembang menjadi 17 buah di Jabodetabek dalam waktu dua tahun. Dua di antaranya milik saya sendiri, sisanya saya sewa toko di mall. Waktu itu, boneka Teletubbies sedang ngetrend, sehingga bisnis toko boneka saya mudah berkembang pesat.
Kapan Pak Anang mulai produksi boneka sendiri ?
Pada tahun 1998 Indonesia krisis moneter. Mayoritas mall sepi, karena tidak ada pembeli dan banyak teror bom. Toko boneka saya kena imbasnya, semua terpaksa di tutup, karena tidak laku. Semua boneka saya lelang untuk bayar utang. Rumah, mobil dan harta saya habis untuk membayar utang. Tetap saja saya masih menyisakan utang sebesar Rp 50.000.000 pada teman. Saya kemudian minta tenggang waktu 5 tahun untuk melunasi. Waktu pulang dari rumah dia, saya malah diberi uang Rp 500.000. Uang itulah yang saya gunakan untuk modal awal berbisnis.
Bisnis apa pak ?
Bisnis limbah bahan baku boneka. Saya membeli limbah bahan baku boneka dari pabrik yang sudah hampir bangkrut. Pabrik boneka itu menjual limbahnya senilai Rp 450.000.000. Kain limbahnya saya tawarkan ke teman yang kasih saya hutang itu, tapi uang untuk pembelian dari dia. Saya juga menawarkan ke beberapa teman perajin boneka lainnya dengan sistem yang sama.
Dalam waktu 2 minggu semua limbah bahan baku dari pabrik boneka itu berhasil saya jual, dan keuntungan saya Rp 250.000.000. Dari situlah, saya mulai meyakini bisnis ini sangat bagus. Saya lalu menyewa sebuah toko di daerah Rawa Lumbu, Bekasi untuk jualan bahan baku boneka. Uang Rp 250.000.000 itulah yang saya pakai untuk bayar utang dan sebagai modal untuk berjualan bahan sekaligus memproduksi boneka.
Dimulai dengan dua mesin jahit, dua karyawan, dan dibantu keluarga, saya mulai bisnis boneka ini. Beruntung, selama bekerja di pabrik boneka, saya sering membantu bagian lain. Bertugas di gudang, kan, banyak waktu senggangnya. Setelah tugas saya selesai, saya sering ikut membantu memotong bahan, menjahit, bahkan menyupir. Dari situlah saya jadi punya keterampilan membuat boneka.
Pak Anang, boneka apa yang Anda buat?
Macam-macam. Semua pola kami buat sendiri. Awalnya, pola kami buat dengan sistem amati, tiru, jiplak. Berikutnya, kami menggunakan sistem ATM alias Amati, Tiru, Modifikasi. Boneka yang saya produksi dititipkan ke toko milik teman-teman. Terkadang, pedagang dari pasar grosir pun mengambil dari saya. Dalam sehari, waktu itu sekitar 50 boneka terjual. Saya juga setorkan ke teman-teman lama waktu pertama saya membuka toko boneka.
Lalu, saya juga menampung boneka produksi teman-teman lama. Lama-kelamaan, bisnis boneka saya jadi besar. Dalam dua tahun, karyawan saya bertambah menjadi 50 orang, dan dalam empat tahun berkembang menjadi 125 orang. Namun, saya tidak membuka toko.
Semua boneka tetap diproduksi sendiri?
Tidak. Lima tahun lalu berjalan, saya mulai menjual sistem waralaba produksi dan waralaba toko. Saat saya tidak punya uang untuk membayar utang ke bank, saya berpikir, apa yang bisa saya lakukan untuk mendapatkan uang yang tidak harus mengganggu bank. Muncullah ide kemitraan. Maka, saya menjual intelektual berupa waralaba produksi dan waralaba toko.
Mengapa sejak awal tidak membuka toko sendiri?
Cara itu tidak cerdas. Lebih baik memasok ke orang lain, mereka yang mengurus toko, tapi kita dapat keuntungan yang sama. Setiap bulan kita dapat untung, tapi dia yang bekerja. Ketika saya punya 125 karyawan, omzet memang bagus, tapi masalah juga besar. Akhirnya saya tawarkan pada produsen boneka lain untuk memproduksi boneka saya. Saya sediakan mesin dan perlengkapannya, saya ajari sistemnya.
Hasil bonekanya saya yang menampung, dan dia mendapatkan untung 15 persen dari hasil penjualan. Inilah waralaba produksi, yang sekarang saya jual dengan harga Rp 125.000.000. Saya juga dapat untung 15 persen, tanpa saya harus bekerja dan membesarkan pabrik. Dan, tidak ada risiko buat saya. Karena ada sistem ini, saya mengurangi karyawan menjadi 50 orang, dan sekarang jadi 30 orang. Dengan sistem ini, lebih banyak orang yang bekerja, karena setiap pengusaha yang menyuplai boneka ke saya punya pegawai 10-30 orang.
Bagaimana sistem suplai mereka?
Apa pun yang mereka buat, saya tampung. Selain itu, kalau ada order besar, saya sebar pada mereka. Kualitas bonekanya harus sesuai dengan standar saya. Sampai di pabrik saya, boneka mereka kembali diperiksa kualitasnya. Jenis boneka yang diproduksi sangat bervariasi, melebihi produksi pabrikan. Kalau produsennya masih baru, bikinnya setengah jadi, kami yang menyelesaikan.
Berapa jumlah waralaba produksi Anda?
Saat ini, ada 18 waralaba produksi dari beberapa kota. Saya juga menjual toko boneka dengan sistem waralaba, harganya Rp 50.000.000. Boneka di toko itu saya pasok. Sekarang, ada 86 toko waralaba di seluruh Indonesia. Oya, Saya punya pabrik di Bekasi dan enam toko di sekitar pabrik.
Berapa produksi boneka per bulan?
Sekitar 2.000 buah per hari. Pagi diantar pemasok, sore sudah dikirim ke pembeli. Harga paling murah Rp 7.000 sampai Rp 2.500.000
Itulah kisah sukses Bapak Anang Sujana seorang produsen boneka dan pemilik toko waralaba boneka.