Pria Kantoran Ini Raup Omzet Jutaan Rupiah dari Jualan Pomade
Saat ini cukup banyak dari mereka yang sudah pekerja kantoran sambil menjalankan bisnis. Hal ini dilakukan agar ada penghasilan tambahan selain gaji pokok yang diterima setiap bulan.
Salah satunya adalah Okta Indra Sakti. Pria berusia 26 tahun ini menjalani rutinitasnya sebagai pekerja kantoran di perusahaan swasta, sekaligus berbisnis pomade (jenis minyak rambut).
Bisnis pomade ia mulai sejak tahun 2013. Usaha menjual pomade pun diawali sebagai reseller produk pomade lokal maupun luar negeri. Setelah 2 tahun sebagai reseller dan dropship, Okta memberanikan diri untuk membuat pomade sendiri.
Segala bahan baku yang dibutuhkan dibeli dengan modal awal sebesar Rp 1,5 juta yang dia pinjam dari adiknya. Bermodal Rp 1,5 juta itu, Okta mampu membuat 20 buah pomade dan dititip ke tempat pangkas rambut untuk dijual.
Dan ketika tanggapan para pelanggan cukup baik, maka dia memutuskan untuk menekuni usaha pomade ini dengan serius.
Sebenarnya, tidak ada garis keturunan pedagang yang mengalir dalam diri Okta. Niatnya berbisnis pomade karena kebiasaannya memakai minyak rambut 'anti badai' itu. Bukan itu saja, Okta juga melihat peluang mendulang rupiah karena pomade digemari para lelaki.
Di 2015 Okta mulai melebarkan sayap pemasaran Pomade ke jejaring media sosial, seperti Instagram, Facebook dan juga twitter. Produk pomade racikan Okta direspons cukup baik oleh pasar, sehingga di 2016 Pomade produknya telah menyebar ke beberapa pangkas rambut modern hingga memiliki reseller di Jabodetabek.
Terdapat beberapa varian pomade hasil kreasi Okta dengan banderol harga antara Rp 90-120.000 per buah tergantung dari daya rekat dan tingkat klimis yang berbeda. Okta mampu meraup omzet antara Rp 6-12 juta per bulan dari bisnis pomade.
Dengan jerih payahnya itu, kini dia punya penghasilan tambahan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama keluarga kecilnya. Omzet untuk saat ini tidak tetap. Berkisar antar Rp 6-12 juta per bulan, dengan produksi jika ditotal sebulan sekitar 200-300 buah.
Pomade racikan Okta juga telah tersebar di luar Jabodetabek, seperti Lampung, Pekanbaru, Bandung, Kediri, Gresik, Surabaya, Purwokerto, Cirebon, dan Indramayu.
Salah satunya adalah Okta Indra Sakti. Pria berusia 26 tahun ini menjalani rutinitasnya sebagai pekerja kantoran di perusahaan swasta, sekaligus berbisnis pomade (jenis minyak rambut).
Bisnis pomade ia mulai sejak tahun 2013. Usaha menjual pomade pun diawali sebagai reseller produk pomade lokal maupun luar negeri. Setelah 2 tahun sebagai reseller dan dropship, Okta memberanikan diri untuk membuat pomade sendiri.
Segala bahan baku yang dibutuhkan dibeli dengan modal awal sebesar Rp 1,5 juta yang dia pinjam dari adiknya. Bermodal Rp 1,5 juta itu, Okta mampu membuat 20 buah pomade dan dititip ke tempat pangkas rambut untuk dijual.
Dan ketika tanggapan para pelanggan cukup baik, maka dia memutuskan untuk menekuni usaha pomade ini dengan serius.
Sebenarnya, tidak ada garis keturunan pedagang yang mengalir dalam diri Okta. Niatnya berbisnis pomade karena kebiasaannya memakai minyak rambut 'anti badai' itu. Bukan itu saja, Okta juga melihat peluang mendulang rupiah karena pomade digemari para lelaki.
Di 2015 Okta mulai melebarkan sayap pemasaran Pomade ke jejaring media sosial, seperti Instagram, Facebook dan juga twitter. Produk pomade racikan Okta direspons cukup baik oleh pasar, sehingga di 2016 Pomade produknya telah menyebar ke beberapa pangkas rambut modern hingga memiliki reseller di Jabodetabek.
Terdapat beberapa varian pomade hasil kreasi Okta dengan banderol harga antara Rp 90-120.000 per buah tergantung dari daya rekat dan tingkat klimis yang berbeda. Okta mampu meraup omzet antara Rp 6-12 juta per bulan dari bisnis pomade.
Dengan jerih payahnya itu, kini dia punya penghasilan tambahan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama keluarga kecilnya. Omzet untuk saat ini tidak tetap. Berkisar antar Rp 6-12 juta per bulan, dengan produksi jika ditotal sebulan sekitar 200-300 buah.
Pomade racikan Okta juga telah tersebar di luar Jabodetabek, seperti Lampung, Pekanbaru, Bandung, Kediri, Gresik, Surabaya, Purwokerto, Cirebon, dan Indramayu.